Cerpen Terbaik Oktober 2025: Sebelum Beda Kota!
Sebelum Beda Kota
oleh Insa
Sore itu, Ulee Lheue dipeluk senja yang hangat. Langit berwarna jingga lembut, seolah sedang melukis perpisahan. Aku dan Intan duduk bersebelahan di kursi plastik sederhana, ditemani jagung bakar yang masih mengepulkan asap. Aroma manis gurihnya bercampur dengan semilir angin laut.
“Indah udah resmi resign, Tan,” kataku sambil menatap laut yang memantulkan bayangan langit.
“Hari Senin nanti Indah pulang kampung,” lanjutku sambil memotret matahari terbenam dengan ponsel.
Intan menoleh, matanya berkaca-kaca tapi bibirnya tersenyum.
“Karena mamak, ya?”
Aku mengangguk pelan. “Iya. Salah satunya itu. Indah cuma pengen lebih dekat sama mamak. Selama ini mamak yang selalu doain indah dari jauh. Rasanya sekarang waktunya indah berjuang untuk beliau. Indah... cuman takut kehilangan moment, persis seperti saat indah kehilangan banyak kesempatan untuk dekat sama bapak waktu bapak masih ada.”
Senja makin redup, menyisakan siluet ombak dan desir angin. Intan tak banyak bicara, hanya mengangguk sambil menepuk bahuku, kemudian Intan tersenyum tipis, seolah menyimpan rasa haru.
"Intan ikut bahagia dengar itu. Hidup pada akhirnya memang harus bahagiain orang tua kita, kan. Intan paham, kita selalu punya alasan yang baik sebelum memutuskan sesuatu, dan menurut Intan... keputusan indah udah tepat.”
Senja pun berganti malam. Kami beranjak menuju Masjid Abdur Rauf untuk sholat Magrib. Aku menunggu di pelataran, sementara Intan masuk untuk sholat. Suara adzan bergema lembut, membawa ketenangan yang sulit dijelaskan. Saat Intan keluar, wajahnya tampak teduh, seolah membawa sebagian kedamaian dari dalam masjid.
Kami lalu melanjutkan malam dengan singgah di Geprek Dekja. Suasana sederhana, ayam geprek level satu pedas hangat, dan tawa kecil kami jadi bumbu yang tak tergantikan. Rasanya waktu berjalan lebih cepat dari biasanya.
Makan malam itu sederhana, tapi percakapan kami menjadikannya berharga.
Selesai makan, kami langsung pulang dengan motor yang kupacu perlahan menembus jalanan Banda Aceh yang mulai gelap. Angin malam terasa dingin, namun ajaibnya tetap hangat oleh percakapan kami yang belum selesai.
Saat melewati Tugu Simpang Mesra, Intan tiba-tiba bersuara.
"Indah tahu nggak kenapa orang nyebut simpang ini Tugu Simpang Mesra?"
Aku menggeleng, mataku tetap ke jalan. "Kenapa?"
Intan terdiam. Tapi kemudian ia berkata, "Kata dosen intan dulu ada labi-labi—angkot khas Aceh—yang sering berhenti di sini. Dan kalau pas belok, itu penumpangnya semakin rapat duduknya. Terus Banyak penumpang naik turun, bahkan ada yang saling kenal lalu berjodoh. Dari situ simpang ini dikenal dengan nama Simpang Mesra." Suara Intan diiringi tawa kecil.
Aku ikut tertawa. "Jadi simpang ini saksi mesra pertemuan orang-orang, ya? makanya disebut simpang mesra? Lucu juga sejarahnya haha"
Intan mengangguk pelan. "Iya. Tapi bagi intan, mesra itu bukan soal jodoh. Simpang ini ngingatin kalau setiap pertemuan ada perpisahan. Tapi kalau perpisahan itu ikhlas, selalu akan ada pertemuan yang lebih indah di lain waktu."
Aku tersenyum sambil menatap jalan. “Jadi pas banget kita lewat malam ini, ya. Seolah tugu itu ikut nyaksiin perpisahan sementara kita haha....”
Waktu sepertinya berjalan begitu cepat. Motor yang kami kendarai sudah sampai di depan kos Intan. Intan tiba-tiba bergegas masuk ke dalam kos dan menyuruhku menunggu sebentar. Tak butuh waktu lama, Intan menghampiriku dengan senyuman aneh.
Ia menyerahkan satu paperbag pink ke arahku dengan cepat.
“Ini kenangan buat Indah. Biar kalau nanti kangen, Indah bisa lihat ini dan inget intan. Semoga Bermanfaat ya....”
Aku terdiam sejenak, menunduk sebentar lalu mengangguk. “Aamiin. Semoga doa kita Allah kabulin ya...”
Setelah itu aku izin pamit pulang. Tidak ada kata perpisahan yang mutlak, hanya doa yang terucap tulus.
...
Malam itu, sebelum tidur, aku mengirim pesan ke Intan via Whats App.
Makasih intan udah ngasih waktu intan untuk indah hari ini dan makasih juga kenang-kenanganya. Intinya makasih sekali lagi udah jadi teman indah selama di Banda Aceh ya, sehat-sehat intan, jangan capek-capek dan overthinking juga, karena kalau pikiran kita sehat tubuh juga bakal ngikut sehat.
Intan membalas singkat.
Iya Indah. Makasih banyak-banyak juga indah. Aamiin in sya Allah indah juga. Semoga kebaikan-kebaikan indah kembali lagi ke indah berlipat....
Aku tersenyum, lalu membalas.
Aamiin Allahumma aamiin,, doa-doa baik juga balik lagi ke intan....
Chat itu jadi penutup hari panjang kami. Pada akhirnya perpisahan tak lagi terasa menakutkan, karena ada kenangan, doa, dan harapan akan pertemuan yang lebih baik di masa depan.
SELESAI
.jpg)



Nice, tugu simpang mesra π
BalasHapus♥️π
HapusmasyaAllah sweet nya gak nyangka diabadikan dalam karya yang indah....sendu, sedih campur aduk bacanya..kenangannya akan tetap hidup disini, tempat setiap intan merasa moment itu memudar, intan balik kesini lagi... Makasii banyak banyak indahπ€π€π·
BalasHapushehe makasih juga untuk intan yaa, udah jadi sahabat terbaik juga untuk indah selama ini. Senang udah Allah pertemukan dengan intan padahal bumi ini luas huhu...
Hapus